Header Ads

Tulisan Terkini

Tranformasi Pendidikan di Masa Modern

Tranformasi Pendidikan di Masa Modern.


Dunia Perpustakaan | Dinas Pendidikan Aceh menjadi sorotan utama dari berbagai pihak dan media setelah ditemukan adanya proyek pengadaan videotron (bilboard digital). Berbagai pihak pun mengecamnya, baik dari elemen masyarakat maupun para praktisi pendidikan.

Mengutip pernyataan Prof Dr Samsul Rizal MEng, Rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) yang dirilis Serambi Indonesia (Senin, 18 Juli 2016) mengatakan, bahwa mutu guru jauh lebih penting dari program videotron. Mutu guru jadi fondasi awal yang harus kita bangun ketimbang infrastruktur seperti videotron.

Peningkatan mutu pendidikan tidak dapat dilakukan hanya dengan menayangkan siaran kepada khalayak ramai dalam bentuk video yang ditampilkan di pusat kota. Upaya peningkatan pendidikan haruslah dilakukan dengan cara yang nyata dan membekas. Hal ini dapat diwujudkan, misalnya, dengan pengalokasian dana yang memadai untuk pendampingan guru mata pelajaran secara kontinu.

Cara ini dianggap lebih efektif untuk meningkatkan mutu pendidikan Aceh, terutama mendongkrak pemerolehan nilai uji kompetensi guru (UKG) yang sebelumnya diselenggarakan pada 2015, dan Provinsi Aceh berada pada peringkat ke-32 dari 34 provinsi di Indonesia.

Usulan alternatif

Berangkat dari persoalan di atas, ada beberapa usulan yang kiranya dapat menjadi alternatif untuk menggantikan videotron:

Pertama, perancangan situs simulasi UKG. Dinas Pendidikan Aceh dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi negeri yang menyelenggarakan program studi informatika untuk merancang situs simulasi UKG.

Para ahli IT tersebut akan memberikan pendampingan kepada guru-guru mata pelajaran yang di-UKG-kan berkaitan dengan kiat mengoperasikan situs tersebut, karena berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bahrun, dkk (2015) sebagian besar guru merasa kesulitan dalam menjawab soal terkendala persoalan teknis.

Selain itu, soal yang terdapat dalam situs tersebut dibuat oleh tim ahli (guru/dosen) yang divalidasi oleh praktisi dan pakar pendidikan. Selanjutnya, selain dikerjakan secara online guru-guru tiap mata pelajaran yang di-UKG-kan diberi pelatihan secara tatap muka untuk membahas soal dan kiat menghemat waktu.

Kedua, meningkatkan minat baca dengan program literasi. Jumlah dana yang dialokasikan untuk videotron sebayak 8,5 M jika dialokasikan untuk pembelian buku seharga 40 ribu dapat disebarkan ke 23 provinsi sebanyak 6.439 buku.

Pengadaan buku ini diperunttukan untuk perpustakaan kelas yang mana setiap pagi menjelang pelajaran pertama, siswa-siswa diwajibkan membaca buku yang terdapat pada perpustakaan sekolah. Hal ini diyakini dapat meningkatkan minat baca siswa karena khususnya di Aceh, tidak ada patokan standar kelulusan siswa di SMA minimal harus membaca keseluruhan buku, katakanlah minimal 5 buku.

Ketiga, peningkatan publikasi ilmiah para guru. Guru-guru yang ingin menaikkan pangkat/golongan dari golongan IV/a ke golongan IV/b, salah satunya diharuskan membuat penelitian tindakan kelas yang dipublikasikan ke jurnal ilmiah. Selama ini, guru-guru merasa kesulitan untuk mempublikasikan hasil penelitian ke jurnal ilmiah karena tidak ada jurnal resmi yang dikelola oleh Dinas Pendidikan, baik Dinas Pendidikan kabupaten/kota maupun Dinas Pendidikan provinsi. Hal ini sungguh disayangkan, guru-guru di Aceh terpaksa mengirimkan publikasi ilmiahnya ke jurnal di luar Aceh, serta tidak tertutup kemungkinan dimuat pada jurnal bodong.

Keempat, penerbitan lembar kerja siswa (LKS) tiap mata pelajaran. Guru-guru mata pelajaran menggunakan LKS yang diproduksi oleh penerbit di luar provinsi Aceh yang nyatanya tidak memuat kearifan lokal masyarakat setempat. Dinas pendidikan provinsi Aceh sudah saatnya merancang LKS yang diterbitkan secara kontiniu oleh dinas pendidikan itu sendiri serta didistribusikan ke setiap sekolah di provinsi Aceh.

Apabila hal ini dapat diwujudkan dipastikan akan menciptakan lowongan kerja baru terutama bagi loper buku. Di samping itu, upaya pembuatan LKS ini juga dapat diwujudkan dengan bekerja sama dengan perguruan tinggi di mana para guru besar ataupun dosen-dosen yang berkompeten dapat memvalidasi setiap soal dan Dinas Pendidikan diwajibkan mengusulkan menjadi penerbit mandiri ke Perspustakaan Nasional Republik Indonesia.

Keempat usulan tersebut sudah saatnya diwujudkan sebagai alternatif pengganti videotron. Pelaku pendidikan, baik tenaga pendidikan maupun tenaga pendidik sudah jenuh dengan upaya pencitraan yang dilakukan oleh pejabat. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Ketua DPRA Muharuddin bahwa “videotron itu menjadi media pencitraan dan kampanye terselubung kepala daerah yang mencalonkan diri kembali.”

Banyak persoalan

Ada banyak persoalan mengenai pendidikan di Aceh, terutama mengenai mutu pendidikan itu sendiri. Upaya peningkatan mutu pendidikan, sebagaimana yang telah dikatakan tadi haruslah dilakukan dengan cara yang nyata serta kontinu. Ada baiknya ego golongan haruslah dikesampingkan dan sama-sama bahu-membahu membantu meningkatkan mutu pendidikan.

Transformasi pendidikan saat ini jauh berbeda dibandingkan dengan pendidikan masa lalu. Kenyataan yang harus dihadapi oleh guru untuk mentransfer ilmu pengetahuan jauh lebih mudah dibandingkan pada masa lalu. Akan tetapi, pembentukan karakter bagi siswa juga dianggap lebih penting karena saat ini westernisasi budaya asing perlahan telah masuk dalam budaya inti masyarakat setempat.

Selain itu, kita patut memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada setiap pihak yang ikut memberikan pendapatnya terhadap pengadaan videotron tersebut. Oleh karena itu, Dinas Pendidikan Aceh jangan berkecil hati. Ini membuktikan bahwa kinerja Dinas Pendidikan didukung sepenuhnya oleh setiap kalangan.

Hal ini salah satu syarat terwujudnya harmonisasi pendidikan, sebagaimana tertuang dalam Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan, Pasal 57 ayat (2) yang mengamatkan masyarakat dapat berpartisipasi membantu penyediaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan. Semoga perhatian kita semua terhadap mutu pendidikan dapat membantu Dinas Pendidikan merancang program yang tepat.

(tribunnews.com)