Ahmad Tohari Menghimbau Membaca Sejak Anak-anak
Ahmad Tohari Menghimbau Membaca Sejak Anak-anak.
Dunia Perpustakaan | Sastrawan dan budayawan Ahmad Tohari mengingatkan semestinya ada perpustakaan di dalam rumah meski sederhana, untuk menumbuhkan minat baca anak-anak sejak dini.
“Mulai dari keluarga. Hadirkan suasana membaca di rumah, bapak dan ibunya suka membaca. Anak-anaknya pasti suka membaca,” kata penulis novel “Ronggeng Dukuh Paruk” itu di Semarang, Dikutip dari hariansemarang.com [5/16].
Hal tersebut diungkapkannya usai pelantikan pengurus Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (Hiski) se-Jawa Tengah dan seminar bertema “Kemandirian Bangsa Melalui Sastra dan Budaya”. [05/16].
Tohari menjadi salah satu pembicara pada seminar nasional yang berlangsung di Wisma Perdamaian Semarang dan terselenggara atas kerja sama antara Balai Bahasa Jateng dan Hiski Jateng.
Ia mengingatkan minat baca masyarakat Indonesia masih sangat rendah, terutama anak-anak, sebab warisan budaya memang lebih mengenalkan budaya tutur atau bercerita ketimbang membaca.
“Ketertinggalan tingkat literasi masyarakat kita dengan bangsa-bangsa lain jauh. Itu baru minat baca secara keseluruhan, belum lagi khusus untuk karya sastra yang jauh lebih kecil,” katanya.
Setelah keluarga, lanjut dia, peran sekolah untuk menyediakan perpustakaan yang memadai, diiringi dengan pemberian keteladanan, seperti bapak dan ibu guru mencontohkan gemar membaca. “Sekolah kebanyakan tidak menyediakan perpustakaan yang memadai dan tidak ada keteladanan dari para guru. Kalau begini, dampaknya kecerdasan bangsa kita kalah dibandingkan bangsa lain,” katanya.
Pemerintah, kata Tohari, turut berperan meningkatkan minat baca masyarakat dengan menganggarkan dana yang pantas untuk pengadaan perpustakaan secara memadai, baik fasilitas dan koleksi bukunya.
Namun, diakuinya, banyak perpustakaan milik pemerintah yang kondisinya justru kurang diperhatikan dan membuktikan keputusan politik yang dibuat kurang melihat arti penting perpustakaan. “Pemerintah seharusnya menyediakan bacaan-bacaan yang dibiayai anggaran resmi. Negara-negara lain saja mau membayar penulis membuat buku untuk dibagikan secara gratis ke sekolah,” katanya.
Meski jumlah buku yang beredar sekarang ini jauh lebih banyak dibandingkan semasa Orde Baru, Tohari mengatakan kenyataannya tidak berbanding lurus dengan meningkatnya minat baca masyarakat.