Header Ads

Tulisan Terkini

Kejahatan Terhadap Buku dan Perpustakaan

Kejahatan Terhadap Buku dan Perpustakaan.


Majalah : Visi Pustaka Edisi : Vol. 6 No. 1 - Juni 2004

Abstrak


Buku merupakan jendela dunia karena buku mengandung informasi yang dapat mengubah hidup seseorang. Perpustakaan sebagai tempat dan kumpulan informasi terekam dapat dijadikan ukuran kemajuan dari peradaban suatu bangsa. Oleh karena itu perlu adanya berbagai tindakan pencegahan agar koleksi di perpustakaan terhindar dari kejahatan karena buku adalah kekayaan umat manusia yang tidak ternilai. Kerusakan buku di perpustakaan seperti pencurian, perobekan, corat-coret dan peminjaman tak sah.

Artikel Lengkap


Buku merupakan jendela dunia yang akan menguak tabir keniscayaan. Lewat buku orang akan berkelana merambah dunia, mengembangkan pola pikir, dan menambah wawasan, yang harus diperhatikan adalah, bagaimana memilah dan memilih buku yang dapat membangun kemampuan berpikir para pembacanya, sebab banyak juga buku-buku yang justru dapat merusak pembacanya (Jan Needle)

Dalam konteks kepustakawanan, buku mencakup berbagai jenis pustaka yang berisi informasi-informasi terekam. Melalui media buku inilah komunikator (baca: penulis) menyampaikan pesan-pesan kepada para pembaca (komunikan) dengan tujuan adanya perubahan dalam struktur kognitif, afektif,  dan konotatif para pembacanya.

Kumpulan informasi terekam dinamakan perpustakaan. Novelis Spanyol Jorge Luis Borges mengemukakan bahwa perpustakaan sebagai surga yang menyediakan jutaan buku. Bahkan ada juga yang mengemukakan perpustakaan itu ibarat seperti taman semerbak yang dikemas dan dimasukkan ke dalam saku.

Manusia adalah Homo Fabula, yaitu makhluk pengisah dan melalui tangan pustakawanlah kisah-kisah tadi dikemas, diproses, dan didesiminasikan kepada pemakai. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa perpustakaan adalah sebagai gudang kekuatan yang dahsyat karena  mengandung energi kinetik yang mampu menggerakkan para pembacanya, menimbulkan inisiatif, meningkatkan kreatifitas, menjadi lebih produktif, dan sebagainya.

Kejahatan Terhadap Buku dan Perpustakaan

Buku adalah media transfer of learning, transfer of information, dan transfer of experiences. Oleh karena itu, buku dan perpustakaan sering dijadikan ukuran kemajuan dan peradaban suatu bangsa. Oleh karena itu, terkadang buku dan perpustakaan dijadikan sebagai sasaran kejahatan.

Matthew Battles pustakawan dari Harvard University dalam bukunya Library: An Uniquiet History (2003) membuktikan bahwa perpustakaan sebagai sumber  bagi ide kreatif yang membangun peradaban seringkali justru dijadikan sasaran kejahatan, seperti: dibakar dan dibeslah.

Pembakaran perpustakaan (yang di dalamnya berisi berbagai kumpulan media pustaka) sering menjadi modus bagi kekuasaan  untuk menghabisi lawan politik dan idiologi mereka.

Fakta terbaru yang berkaitan dengan kejahatan terhadap buku dan perpustakaan terjadi di Irak. Pada bulan Juli tahun lalu, ketika pasukan Inggris menyerbu kota Basrah, entah dari mana asalnya api membakar habis Perpustakaan Nasional Irak.

Buku-buku yang tersisa diungsikan ke rumah Alia Muhammad Bakar, Kepala Perpustakaan Nasional Irak. Dari kamar sampai dapur sekitar 30 ribu  judul buku yang diletakkan bertumpuk-tumpuk. Sungguh tragis dan mengenaskan. Ini bentuk kejahatan terhadap buku dan perpustakaan.

Di jaman Nazi, menurut Battles,  bukan hanya  6 juta orang tewas terbunuh tapi juga  lebih dari 100 juta buku dibakar. Tahun 1914, menjelang pecahnya Perang Dunia I, Perpustakan Nasional Bosnia juga hangus terbakar. Juga ketika masa revolusi kebudayaan di Cina Tentara Merah Cina menyerbu Tibet, ratusan ribu buku kuno musnah.

Perpustakaan Alexandria yang berdiri pada tahun 290 SM di Mesir, pada tahun 48 SM dibakar oleh Julius Caesar. Padahal di perpustakaan tersebut, Ptolemy I pernah mengundang cerdik cendekia lintas negara untuk berdiskusi dan menulis hingga menghasilkan 700 ribu  gulung papyrus.

Salah satu dari gulungan papyrus itu adalah Kitab Perjanjian Lama I  yang diterjemahkan dari bahasa Yahudi ke bahasa Yunani. Dalam konteks ini, Nurcholis Majid pernah mengatakan, seandainya Perpustakaan Alexandria tidak terbakar, orang seperti Albert Einstein bisa muncul lebih awal.

Battles juga mencatat, bahwa perpustakaan pernah menjadi bagian dari rasisme. Pada masa perbudakan masih kental di Amerika Serikat, banyak perpustakaan di bagian selatan Amerika menolak menerima anggota masyarakat kulit hitam.

Pada tahun 1936 di Georgia, misalnya, dari 53 perpustakaan yang ada hanya 5 perpustakaan yang memperbolehkan masyarakat Afro-Amerika untuk menjadi pengguna perpustakaan. Mereka yang ingin meminjam buku harus berpura-pura menjadi suruhan kulit putih.

Bentuk kejahatan lain terhadap buku dan perpustakaan menurut istilah  Obiegwyn (1992) disebut penyalahgunaan koleksi ada 4, yaitu :

1. Thief (pencurian)
Pencurian merupakan bentuk kejahatan yang kerap terjadi. Hal ini harus diantisipasi oleh para pustakawan dengan upaya meminimalisasi kemungkinan para pemakai untuk melakukan pencurian .

2. Mutilation (perobekan)
Pustakawan seringkali menemukan buku-buku yang pada halaman tertentu sudah tidak lengkap lagi karena dirobek. Buku sebagai salah satu bentuk sumber informasi (Parker and Turley)  kalau sudah dirobek berarti kandungan informasinya sudah tidak lengkap lagi. Oleh karena itu, menurut Bascom bahan pustaka yang seperti ini harus disiangi (weeding)

3. Vandalism (corat-coret)
Pemakai perpustakaan juga adakalanya melakukan kejahatan dalam bentuk mencorat-coret buku atau bahan pustaka lainnya. Dengan demikian informasinya menjadi sulit untuk dibaca, mungkin bahan pustaka tadi akan lebih cepat rusak.

4. An-authorized borrowing (peminjaman tak sah)
Kejahatan ini merupakan penyelewengan pengelolaan dalam pelayanan koleksi yang memungkinkan seseorang dapat melakukan peminjaman yang tidak prosedural. Model kejahatan ini bisa terjadi karena adanya hubungan proksiminiti (hubungan kedekatan) atau karena hubungan kolegial dan sebagainya, sehingga peminjaman bisa dilakukan  tanpa melalui aturan-aturan baku di sebuah perpustakaan.

Lebih jauh kejahatan terhadap buku menurut Jenkins (1982) ada lima tipe dasar pencurian buku, yaitu :
1. Kleptomania, yaitu yang tidak bisa     menahan hasrat mencuri.
2. Pencuri yang mencuri untuk kepentingan sendiri.
3. Pencuri yang melakukan pencurian dalam kemarahan.
4. Pencuri yang melakukan secara kebetulan.
5. Pencuri yang mencuri untuk menghasilkan keuntungan-keuntungan.

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, seorang pustakawan; sebagai mediator antara sumber informasi (perpustakaan) dengan para pemakai, harus berupaya meminimalisasi bentuk-bentuk kejahatan terhadap buku atau perpustakaan yang dapat dilakukan oleh pemakai.

Marie Jackson dan Channey MacDougall dalam bukunya Security and Crime Prevention in Libraries (1994 : 225-226) mengemukakan sebagai berikut :
1. Gedung Perpustakaan

  1. Pastikan terdapat kunci dan pengamanan yang cukup pada semua jendela dan pintu.

  2. Daun pintu sebaiknya dari logam. Jika terbuat dari kayu, hendaknya engselnya diperkuat.

  3. Engsel-engsel harus berada di dalam/terlindungi.

  4. Beri perhatian ekstra terhadap area yang menyediakan akses yang mudah, seperti jendela,    loteng, dan teralis.

  5. External alarm atau penangkal petir merupakan dua perangkat penting.

  6. Pastikan agar daerah luar sekitar bangunan jelas terlihat dan tidak dibatasi tanaman/pagar.

  7. Hindari area tersembunyi dalam bangunan. Rak-rak yang berisikan koleksi harus jelas terlihat, serta lokasi khusus staf harus aman.


2. Koleksi

  1. Tandai dan beri label atau kepemilikan pada koleksi dan peralatan-peralatan lain denga jelas.

  2. Simpan peralatan berharga pada tempat yang aman serta pastikan keamanan dan kejelasan prosedur penggunaan peralatan tersebut.

  3. Buku terutama buku-buku langka, manuskrip, serta serta cetakan lainnya harus di cek baik saat dikeluarkan atau dikembalikan.

  4. Perpustakaan harus mengetahui identitas serta alamat jelas para pemakainya.

  5. Jika memungkinkan hindari atau larang  bagi pengguna yang mebawa tas ke ruang baca, sediakan tempat dan loker penitipan barang.

  6. Label elektronik cukup efektif dalam mendeteksi pencurian.

  7. Ketika meminjamkan buku untuk tujuan     pameran, harus memiliki persiapan keamanan yang cukup.

  8. Usahakan agar koleksi  terus diperbaharui dan diperiksa secara berkala.


Kemudian Scoff (1980:221) memberikan saran untuk mereduksi tindakan pencurian dan mutilasi:

1. Menyediakan fasilitas mesin fotokopi;
2. Membeli beberapa eksemplar bagi koleksi-koleksi populer/terkenal;
3. Meningkatkan jumlah dan jenis koleksi yang dapat dipinjam oleh pemakai sewaktu-waktu;
4. Kemudahan dan pembuatan kartu anggota perpustakaan;
5. Mensirkulasikan koleksi-koleksi lama yang ada pada bagian referens seperti, kamus, almanak, ensiklopedia, dan sebagainya;
6. Buatlah agar proses peminjaman koleksi cepat  dan menyenangkan dengan menyediakan cukup staf pada waktu-waktu sibuk;
7. Mintalah para staf untuk ramah dan penuh rasa pertolongan sehingga pemakai merasa nyaman
8. Membuat periode peminjaman yang rasional;
9. Jika memungkinkan pemakai dapat memperpanjang waktu pinjam melalui telepon;
10. Meningkatkan jumlah hari dan waktu buka layanan  perpustakaan ;
11. Mengatur jam buka perpustakaan  berdasarkan kenyamanan pemakai dari para staf;

Buku dan perpustakaan adalah kekayaan umat manusia yang tiada ternilai harganya. Hal ini dikarenakan keberadaan perpustakaan mengandung tiga aspek penting, yaitu:
1. aspek strategis dimana keberadaan perpustakaan dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM),
2. aspek  populis karena perpustakaan dapat dimanfaatkan oleh berbagai lapisan masyarakat, dan
3. aspek reading society yaitu untuk membangun masyarakat membaca. Oleh karena itu bagaimana pustakawan harus berupaya meminimalisir berbagai bentuk kejahatan terhadap buku dan perpustakaan.

Buku dan perpustakaan untuk semua orang.