Pengaruh Program Pelatihan Literasi Informasi Terhadap Proses, Hasil, Sikap dan Motivasi Mahasiswa dalam Penulisan Karya Tulis
Pengaruh Program Pelatihan Literasi Informasi Terhadap Proses, Hasil, Sikap dan Motivasi Mahasiswa dalam Penulisan Karya Tulis.
Majalah : Visi Pustaka Edisi : Vol. 13 No. 1 - April 2011
Abstrak
Fokus dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh dari pelatihan literasi informasi terhadap proses, hasil, sikap dan motivasi mahasiswa dalam penulisan. Penelitian ini mengobservasi 30 mahasiswa keperawatan selama mengikuti 9 sesi kelas pelatihan literasi informasi yang diselenggarakan oleh perpustakaan UPH Karawaci.
Penelitian ini menggunakan model kuasi eksperimental, yang menggunakan uji awal dan akhir untuk mengukur perkembangan dari setiap variabel setelah diberi treatment (pelatihan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa program literasi informasi secara efektif berhasil meningkatkan kualitas dari proses penulisan, hasil penulisan, sikap positif mahasiswa terhadap penulisan, pelatihan dan penerapan pelatihan.
Selain hal tersebut, penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi mahasiswa untuk mengikuti pelatihan dapat dipertahankan, bahkan ditingkatkan.
Artikel Lengkap
Pembelajaran merupakan proses inti dari pendidikan. Pembelajaran selalu berkaitan dengan perubahan yang terjadi dalam diri seseorang. Robert Gagne (1985, 2) mengatakan bahwa pembelajaran merupakan sebuah perubahan disposisi yang terjadi pada manusia atau kemampuan yang terjadi dalam satu periode tertentu.
Klein (2002, 2) menambahkan bahwa pembelajaran merupakan proses akumulasi dari pengalaman (experiental) yang membawa perubahan permanen. Walaupun area hasil pembelajaran pada manusia bisa terjadi di dalam tiga area, yaitu: area kognitif (berpikir), afektif (perasaan), dan psikomotor (gerak), namun perubahan terbesar dan paling dominan biasanya terjadi pada area kognitif.
Berbagai metode pembelajaran digunakan untuk mengasah area kognitif mahasiswa selama proses pembelajaran di kelas perkuliahan. Tujuannya agar mahasiswa memiliki berbagai strategi metakognitif yang dapat menolong mereka untuk menjadi pembelajar mandiri.
Salah satu metode yang dapat digunakan dalam mengembangkan proses kognitif dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks adalah dengan menggunakan metode penulisan karya tulis.
Pembuatan karya tulis disini seharusnya lebih diarahkan pada model penulisan yang bertujuan untuk mentransformasi pengetahuan (knowledge transformation), daripada model penulisan yang hanya bertujuan untuk mengobservasi pengetahuan yang dimiliki mahasiswa (Knowledge-telling) seperti yang dinyatakan oleh Bereiter, Scardamalia (dalam Grabe dan Kaplan, 1996, 117-124) dan Tynjälä (1998, 214).
Dengan menulis maka keterampilan berpikir seseorang akan dilibatkan secara kompleks, karena dalam proses menulis setidaknya seseorang harus melakukan berbagai kegiatan seperti membaca, mengingat, menginterpretasi, menganalisa, membandingkan, menyeleksi dan juga membuat sintesa dari berbagai informasi yang didapatkannya (Brookes and Grundy 2005, 3-4; Tynjälä 1998, 214).
Karena prosesnya yang kompleks, maka menulis menjadi satu hal yang tidak mudah untuk dikerjakan oleh para mahasiswa. Sebenarnya kesulitan pembuatan karya tulis tidak selalu berhubungan dengan terbatasnya kemampuan kognitif mahasiswa dalam menulis, namun seringkali berhubungan dengan proses pemerolehan “bahan baku” untuk membangun sebuah tulisan yang harus di dapatkan dengan cara yang efektif dan efisien, yaitu informasi.
Seorang pengajar pendidikan literasi bagi mahasiswa di Eastern California University, menjelaskan bahwa sebenarnya mahasiswa tidak memiliki kesulitan untuk menulis. Yang menjadi masalah bagi mereka adalah kemampuan berpikir yang dalam untuk mendapatkan, mengelola dan memproses informasi yang cukup untuk menjadi sebuah tulisan (Caron 2008, 139).
Penelitian lain mengenai kesulitan membuat karya tulis bagi para mahasiswa di Thailand menjelaskan bahwa dari 272 orang mahasiswa yang menjadi partisipan tersebut berpendapat bahwa untuk mendapatkan informasi dalam membuat karya tulis, umumnya mereka menggunakan internet dan menurut mereka mendapatkan informasi yang relevan dan menggabungkannya menjadi sebuah esai merupakan hal tersulit.
Dalam penelitian tersebut direkomendasikan agar dalam kegiatan pra-tulis di mana mahasiswa mengumpulkan informasi dari internet, harus diajarkan hal-hal penting seperti pemilihan informasi, cara mengutip, serta pembuatan sitasinya untuk mendapatkan informasi yang relevan dan menghindari plagiarisme (Boonapattaporn NA, 78).
Seorang ahli literasi informasi, William Badke (2008,49) mengatakan bahwa ada 10 hal negatif yang sudah berkembang dan menjadi ”DNA”(mendarah daging) dalam kegiatan penelitian mahasiswa adalah:
- Mahasiswa yang giat menggunakan komputer tidak akan membuat mahasiswa tersebut menjadi peneliti yang baik.
- Kebanyakan mahasiswa tidak belajar banyak hal dari berbagai kesalahan pada saat melakukan kegiatan riset dasar.
- Umumnya mahasiswa berfikir bahwa mereka adalah peneliti yang jauh lebih baik dari pada kenyataannya.
- Umumnya mahasiswa tidak pernah menggunakan sumber di database yang sudah dilanggan dengan mahal oleh perpustakaan.
- Banyak mahasiswa yang tidak benar-benar mengerti perbedaan yang esensial antara jurnal ilmiah dan website.
- Kondisi awal paper penelitian mahasiswa biasanya sangat basic, sangat kacau balau, dan penuh dengan URL yang tidak layak pakai(evaluated). Hal ini adalah sesuatu yang tidak diharapkan.
- Adalah sangat mungkin untuk mengajar mahasiswa untuk melakukan penelitian yang lebih efektif daripada yang mereka lakukan.
- Adalah sangat mungkin untuk mengajar mahasiswa untuk menggunakan hasil riset secara etis.
- Adalah sangat mungkin untuk mengajar mahasiswa untuk menikmati penelitian.
- Seorang mahasiswa yang tidak mengerti bagaimana melakukan riset, tidak dapat diartikan sebagai seorang yang terdidik.
Dalam kaitannya dengan permasalahan diatas, literasi informasi atau diterjemahkan juga sebagai keberiformasian merupakan sebuah konsep keahlian esensial untuk dikembangkan dalam era informasi untuk menjadi salah satu opsi pemecahan masalah di atas.
Permasalahan yang sama seperti di atas sebenarnya timbul sejak dulu dan karena sebab yang sama itulah maka Zurkowski pada tahun 1974 menyuarakan sebuah urgensi terhadap generasi yang berliterasi informasi untuk pertama kalinya sbb: “Orang-orang yang terlatih untuk memanfaatkan aplikasi sumber daya informasi untuk pekerjaan mereka dapat disebut dengan orang yang “berliterasi informasi”(Zurkowski 1974, 6).
Dengan adanya kebutuhan tersebut, maka perpustakaan di UPH Karawaci mengembangkan sebuah program pelatihan literasi informasi (ILTP) sejak tahun 2007. Berawal dari 6 modul yang didasarkan pada model literasi informasi The BIG6 (Eisenberg dan Berkowitz, 1990), pelatihan ini berkembang menjadi 9 sesi.
Pengembangan modul ini didasarkan pada dinamika perkembangan kebutuhan mahasiswa dan pengajar terhadap keahlian literasi informasi yang berkonjungsi dengan kegiatan perkuliahan.
Latar belakang diatas menimbulkan pertanyaan yang menarik untuk diteliti lebih lanjut : “Apakah pelatihan literasi informasi yang diselenggarakan berpengaruh pada peningkatan proses, hasil, sikap terhadap penulisan, pelatihan dan penerapan pelatihan, serta terdapat motivasi mahasiswa dalam mengikuti pelatihan?”
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya pengaruh pelatihan literasi informasi terhadap berbagai variabel yaitu: proses, hasil, sikap, dan motivasi mahasiswa dalam pembuatan karya tulis.
Jika pengaruh tersebut dapat dibuktikan dan besarnya bisa diukur, maka hal ini akan menjadi validasi bagi para pustakawan yang mengadakan pelatihan serupa di institusi mereka masing-masing, dan menjadikan penelitian ini sebagai dasar untuk memacu usaha mereka dalam menyusun pelatihan literasi informasi yang efektif.
METODE
Penelitian ini menggunakan model kuasi eksperimental, yaitu penelitian yang dilakukan dengan memberikan sebuah treatment (dalam kasus ini adalah pelatihan literasi informasi) terhadap sebuah kelompok tertentu.
Untuk melihat perbedaan kondisi kelompok tersebut sebelum dan sesudah pemberian treatment, maka dilakukan pengukuran awal dan pengukuran akhir, menggunakan pre-test dan postest. Perubahan inilah yang nantinya diukur secara kuantitatif dengan menggunakan uji statistik.
Untuk mengukur proses, digunakan instrumen tes awal dan tes akhir yang dilakukan sebelum mahasiswa mengikuti pelatihan, dan pada pertemuan terakhir.
Instrumen tes terdiri dari 25 butir pertanyaan yang diturunkan dari indikator yang terdapat dalam standar literasi informasi dari ACRL (Association of College and Research Libraries) yang diterbitkan pada tahun 2000 sebagai acuan dalam pengembangan program literasi informasi di berbagai negara.
Untuk mengukur hasil karya tulis mahasiswa, maka mahasiswa diminta untuk memberikan karya tulis awal sepanjang 2000 kata. Karya tulis ini sudah diminta untuk dibuat sebelum program pelatihan dimulai dan dikumpulkan pada pertemuan pertama.
Kemudian pada pertemuan ke 5(dari 9 sesi pertemuan seluruhnya) mahasiswa diminta lagi untuk menulis karya tulis akhir (1500 kata) yang dikumpulkan pada pertemuan akhir. Karya tulis ini kemudian dinilai dengan skor kriteria penulisan karya tulis yang meliputi: ide penulisan, organisasi tulisan, gaya bahasa, dan tata bahasa (Jago, 2005).
Untuk mengukur sikap mahasiswa terhadap penulisan, pelatihan dan komitmen penerapan hasil pelatihan, digunakan instrumen kuesioner (survei) dengan menggunakan skala likert. Survei ini dilakukan pada pertemuan pertama dan pada pertemuan akhir.
Instrumen ini terdiri dari 26 butir pertanyaan yang terbagi menjadi 4 butir pertanyaan survei mengenai sikap terhadap penulisan, 12 butir pertanyaan survei mengenai sikap terhadap pelatihan, dan 10 butir pertanyaan survei mengenai sikap mahasiswa dalam penerapan pelatihan.
Yang terakhir, untuk mengukur motivasi mahasiswa dalam mengikuti pelatihan literasi informasi yang diadakan oleh perpustakaan, instrumen yang digunakan adalah data kehadiran mahasiswa, catatan observasi kelas, dan catatan penyelesaian tugas-tugas.
Mahasiswa keperawatan sebagai subyek penelitian terdiri dari dua kelompok kelas, Kelas yang pertama terdiri dari 30 orang, disebut dengan kelas Entry to Practice (EP), yaitu kelas yang terdiri dari mahasiswa yang baru lulus SMU dan harus menyelesaikan studi selama 7 semester untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan UPH (S1).
Kelas yang kedua adalah kelas Conversion Class (CC), yaitu kelas yang dibuka bagi para perawat yang sudah bekerja di rumah sakit, namun ingin meng-upgrade gelarnya menjadi S1 keperawatan dengan lama studi 4 semester. Kelas CC berjumlah 19 orang.
Karena keterbatasan waktu penelitian, maka hanya dipilih satu kelas sebagai subyek penelitian ini dan dari beberapa kondisi diatas, maka kelas yang dipilih untuk diteliti adalah kelas EP dengan beberapa pertimbangan berikut:
- (1) Jumlah mereka (30 orang) mencukupi persyaratan minimal penelitian kuantitatif dengan penghitungan statistik.
- (2) Karakteristik awal mereka menunjukkan bahwa mereka lebih rata usia, rata dalam hal latar belakang dan tingkat pendidikan.
- (3) Mereka sudah memiliki keahlian untuk menggunakan teknologi yang cukup memadai yaitu dalam menggunakan komputer dan internet.
- (4) Kelas ini memiliki karakteristik yang relatif sama dalam hal pengetahuan dasar mengenai penulisan.
Untuk memastikan validitas instrumen tes, dilakukan uji validitas konstruk dengan cara membandingkan nilai rhitung dengan rtabel menggunakan taraf kepercayaan 95% dengan responden sebanyak 15 orang (N=15), didapatkan nilai rtabel sebesar 0,441. Semua hasil rhitung terbukti lebih besar dari 0,441 sehingga disimpulkan bahwa instrumen tes valid.
Sedangkan untuk instrumen survei dengan bentuk kuesioner, didapatkan r tabel dengan taraf kepercayaan sebesar 95% dengan responden sebanyak 22 orang (N=22) adalah sebesar 0,36 dan setelah diujikan dengan nilai r hitung, didapatkan ada 4 butir soal kuesioner yang harus dibuang, karena lebih kecil dari nilai r tabel. Maka jumlah kuesioner keseluruhan berjumlah 26 butir soal.
Untuk uji reliabilitas, dilakukan dengan menggunakan nilai cronbach alpha sebesar 0,60 sebagai batas bawah nilai reliabilitas. Nilai tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai cronbach alpha semua butir soal tes.
Dari penghitungan didapatkan nilai koefisien cronbach alpha sebesar 0,997 >0,60 sehingga disimpulkan bahwa hasil uji instrumen tes reliabel. Begitu juga dengan uji reliabilitas instrumen kuesioner, didapatkan bahwa nilai cronbach alpha adalah sebesar 0,974>0,60 sehingga disimpulkan bahwa hasil uji instrumen kuesioner reliabel.
Untuk membuktikan adanya pengaruh antara pelatihan literasi informasi dengan peningkatan proses, hasil, sikap dan motivasi mahasiswa dalam mengikuti pelatihan, dilakukan dengan menggunakan pengujian statistik, yaitu uji T berpasangan.
Tujuannya adalah untuk menguji seberapa besar perubahan nilai rata-rata (mean) awal dan akhir. Karena uji T berpasangan hanya digunakan untuk data yang berdistribusi normal, maka sebelum menguji semua data instrumen yang berbeda-beda, dilakukan terlebih dahulu uji normalitas.
Uji ini digunakan untuk menentukan apakah data uji awal dan akhir berdistribusi normal atau tidak. Dari uji normalitas, didapatkan bahwa data hasil rata-rata instrumen tes, dan hasil penulisan tidak memiliki distribusi yang normal
Karena itu untuk ke dua instrumen ini akan digunakan uji tanda wilcoxon sebagai uji banding non-parametrik untuk data yang tidak berdistribusi normal. Sedangkan untuk data instrumen survei, didapatkan hasil bahwa data tersebut berdistribusi normal, sehingga data tersebut bisa diuji dengan menggunakan uji T berpasangan.
HASIL DAN TEMUAN
Dari uji statistik dengan menggunakan uji tanda wilcoxon, dihasilkan kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pelatihan literasi informasi yang diselenggarakan dengan peningkatan kualitas proses penulisan mahasiswa (Z=4,732; p=0,01).
Hasil uji statistik tersebut didukung oleh data peningkatan nilai rata-rata indikator proses penulisan sesuai dengan langkah literasi informasi sebagai berikut:
Tabel 1. Perbandingan nilai rata-rata indikator tes awal dan akhir
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji tanda Wilcoxon terhadap nilai rata-rata hasil karya tulis awal dan akhir mahasiswa yang mengikuti pelatihan literasi informasi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pelatihan literasi informasi pada peningkatan hasil karya tulis mahasiswa (Z=4, 547; p=0,01).
Peningkatan hasil rata-rata nilai mahasiswa tersebut diukur berdasarkan beberapa komponen rubrik yang sudah disebutkan diatas. Hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Perbandingan nilai rata-rata indikator karya tulis awal-akhir
Untuk pengukuran sikap, penelitian ini berusaha untuk mengukur 3 hal pendekatan sikap, yaitu: sikap terhadap penulisan, sikap terhadap pelatihan yang diikuti dan sikap terhadap penerapan hasil pelatihan.
Pengujian statistik dalam mengukur sikap mahasiswa terhadap penulisan dengan menggunakan uji T berpasangan, menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang sangat signifikan dari pelatihan literasi informasi terhadap sikap mahasiswa dalam menulis (T=2,966; p=0,01).
Peningkatan nilai rata-rata sikap mahasiswa yang didapatkan dari hasil kuesioner awal dan akhir menunjukkan adanya peningkatan sikap (secara tertulis), yang terlihat sebagai berikut:
Tabel 3. Perbandingan nilai rata-rata sikap menulis awal-akhir (skala likert)
Pengujian statistik terhadap sikap mahasiswa pada pelatihan dengan menggunakan uji T berpasangan menghasilkan kesimpulan bahwa tidak terdapat pengaruh antara pelatihan literasi informasi dengan sikap mahasiswa terhadap pelatihan itu sendiri (T=1,349; p=0,05).
Dari perbandingan nilai rata-rata awal dan akhir berbagai aspek sikap mahasiswa terhadap pelatihan tergambar adanya kenaikan, walaupun sangat kecil dan satu aspek justru menurun.
Tabel 4. Perbandingan nilai rata-rata aspek sikap terhadap pelatihan
Sedangkan hasil uji statistik terhadap nilai rata-rata survei sikap mahasiswa terhadap penerapan hasil pelatihan dalam penulisan mereka menunjukkan adanya pengaruh yang sangat signifikan dari pelatihan literasi informasi pada sikap mahasiswa untuk menerapkan hasil pelatihan yang mereka ikuti dalam penulisan yang mereka lakukan (T=3,322, p=0,01).
Hal ini dikuatkan dengan data peningkatan nilai rata-rata hasil survei mereka sebagai berikut:
Tabel 5. Peningkatan nilai rata-rata sikap mahasiswa untuk menerapkan hasil pelatihan
Untuk melihat pengaruh pelatihan terhadap motivasi mahasiswa dalam mengikuti pelatihan ini, maka penelitian ini menggunakan berbagai data yang dapat menunjukkan motivasi (aksi) mahasiswa untuk berpartisipasi dalam mengikuti pelatihan, seperti angka kehadiran, keaktifan mahasiswa di dalam kelas, serta penyelesaian berbagai tugas kelas.
Dari berbagai instrumen yang digunakan seperti data kehadiran, catatan observasi kelas, dan catatan penyelesaian tugas-tugas, penelitian ini mengukur nilai rata-rata di 3 minggu awal, dan 3 minggu akhir dari keseluruhan 9 minggu pelatihan yang diselenggarakan. Hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel 6. Perbandingan indikator motivasi mahasiswa dari hasil observasi kelas
Jadi dari tabel diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pelatihan literasi informasi ini juga menimbulkan motivasi mahasiswa untuk mengikuti pelatihan secara konsisten, dan bahkan keaktifan dan atensi mahasiswa dapat meningkat.
PEMBAHASAN DAN DISKUSI
Untuk pengaruh pelatihan pada proses (lihat tabel 1), pemahaman mahasiswa terhadap indikator 1 dan 2, yaitu mengidentifikasi masalah melalui topik, dan perumusan masalah serta pencarian informasi melalui berbagai indeks eletronik seperti mesin pencari di internet, OPAC dan katalog artikel di basis data jaringan sudah relatif baik, sehingga peningkatan nilai awal-akhirnya rendah.
Dari semua indikator, nilai rata-rata akhir yang paling kecil adalah pada indikator 4, yaitu penggunaan informasi secara efektif dalam penulisan. Hal ini meliputi kemampuan mahasiswa untuk membaca teks dengan efektif termasuk mengidentifikasi dan melakukan seleksi terhadap informasi yang dibutuhkannya dari keseluruhan teks, melakukan pengutipan langsung, melakukan parafrase, dan melakukan pengembangan kerangka karangan dengan menempatkan informasi pendukung pada bagiannya masing-masing dengan tepat.
Sejalan dengan hasil yang didapat tersebut, jelaslah bahwa literasi informasi bukanlah keberliterasian yang dapat berdiri sendiri tanpa didukung oleh keberliterasian lainnya.
Taylor menyebutkan setidaknya ada beberapa keahlian yang disebutnya sebagai transferable skill, yang harus dimiliki seseorang untuk mendukung literasi informasi. Beberapa keahlian tersebut antara lain adalah:
berpikir kritis, berpikir kreatif, kemampuan memcahkan masalah (problem solving), pemikiran tingkat tinggi (high-order thinking), serta komunikasi yang efektif (Taylor 2007, 11).
Dalam penelitian ini terlihat bahwa indikator literasi informasi yang masih sulit ditingkatkan adalah kemampuan berpikir yang melibatkan keterampilan kognitif yang kompleks seperti menganalisa, sintesis, membandingkan, mengevaluasi dan sebagainya.
Karena itulah maka tepat sekali jika dikatakan bahwa tujuan akhir dari literasi informasi adalah untuk membantu seseorang untuk menjadi pembelajar mandiri sepanjang hayat, karena memang demikian profil seorang pembelajar yang memiliki kemampuan metakognitif yang kompleks.
Pengaruh pelatihan yang menimbulkan peningkatan nilai rata-rata yang paling signifikan adalah pada hasil penulisan mahasiswa yang terjadi pada hampir seluruh mahasiswa. Mungkin benar jika dikatakan bahwa mahasiswa lebih mengutamakan hasil dari pada proses dalam penulisan, karena terbukti, hasil penulisan mereka jauh lebih meningkat setelah mengikuti pelatihan, dibandingkan dengan prosesnya.
Hal paling besar yang terjadi sebagai peningkatan dalam hal hasil penulisan adalah tereduksinya kasus plagiarisme. Dalam tugas penulisan awal, didapatkan sebanyak 15 mahasiswa melakukan plagiarisme. Jumlah tersebut tereduksi dengan sangat signifikan menjadi 3 mahasiswa yang masih melakukan plagiarisme di dalam tugas penulisan akhir. Kebanyakan mahasiswa mengatakan bahwa penyebab mereka melakukan plagiarisme adalah karena mereka tidak tahu batasan dan cara pengutipan yang benar.
Pengaruh pelatihan pada sikap terhadap penulisan, pelatihan dan penerapan pelatihan nampaknya tidak se-signifikan pengaruh pelatihan terhadap proses dan hasil penulisan. Hal ini Dari tabel 7 di bawah ini bisa ditarik kesimpulan bahwa peningkatan kualitas dalam proses dan produk juga mendorong dan menghasilkan peningkatan nilai sikap dalam menulis walaupun kurang signifikan. Dari hasil total penghitungan di atas, peningkatan total keseluruhan sikap hanya terjadi sebesar 0,95.
Tabel 7. Perbandingan peningkatan nilai rata-rata tiap variabel
Demikian juga diselenggarakannya pelatihan literasi informasi bisa disimpulkan kurang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sikap terhadap pelatihan itu sendiri. Hal yang paling mungkin mempengaruhi hal ini adalah yang disebut oleh Cordaro sebagai “self-regulatory skills” (2007, 362), yang menurutnya mengacu pada:
“Disiplin penulis untuk terus bergerak maju melalui proses menulis (pra-tulis, menulis, dan revisi) yang sangat kompleks dan sering kali menyebabkan rasa frustasi yang berulang-ulang”. Dengan adanya self-regulatory skill yang baik, maka memungkinkan mahasiswa untuk tetap memiliki semangat dan motivasi untuk lebih meningkatkan kemampuannya (efikasi) dalam menulis.
Walaupun hasil uji statistik tidak membuktikan adanya pengaruh dari pelatihan terhadap sikap mahasiswa terhadap pelatihan itu sendiri, namun dari nilai rata-rata sikap terhadap pelatihan yang terdapat di tabel 4, jumlah nilai rata-ratanya akan menunjukkan bahwa hasil survei diawal dan akhir memiliki angka rata-rata kelas di atas 4(mean awal=4,06, dan mean akhir=4,24 skala 5).
Hal ini menunjukkan bahwa walaupun tidak terjadi peningkatan sikap positif yang signifikan, namun sikap mahasiswa terhadap fungsi pelatihan tersebut sudah cukup baik.
Dari beberapa masukan mahasiswa yang didapat dari wawancara, didapatkan pula pendapat positif mengenai pelaksanaan pelatihan. Rata-rata mahasiswa menyatakan bahwa mereka sangat terbantu dalam hal penentuan arah penulisan, struktur penulisan, serta cara-cara mengutip serta memberikan referensi yang benar.
Pernyataan para mahasiswa ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Brunning dan Horn, di mana salah satu hal yang bisa mendorong motivasi mahasiswa untuk menulis adalah “mengajarkan berbagai strategi penulisan dan menolong mahasiswa dalam memonitor penggunaannya” (Brunning dan Horn 2000, 28).
Dalam hal ini pelatihan literasi informasi menjadi sebuah pengajaran strategi penulisan dan sekaligus memonitor keberhasilan mahasiswa melalui berbagai latihan dan praktek di kelas.
Beberapa hal dari pelatihan yang dinilai bisa mempertahankan dan meningkatkan motivasi mahasiswa untuk mengikuti pelatihan antara lain adalah:
a) Menggunakan program yang seimbang (teori dengan latihan). Hal itu jelas dari paparan mahasiswa yang mengikuti pelatihan. Mahasiswa pada umumnya lebih tertarik untuk langsung melakukan penulisan dari pada terlalu banyak mempelajari teorinya.
b) Pelatihan memberikan tugas penulisan sesuai dengan latar belakang mahasiswa. Dengan memberikan tugas penulisan yang berkaitan dengan bidang kesehatan untuk mahasiswa keperawatan, maka mahasiswa akan merasa tidak asing dengan berbagai pengetahuan yang harus didapatkannya karena memang itu adalah bidang mereka, selain itu mereka akan lebih tertantang untuk menguasai pengetahuan dibidang mereka sendiri dan tidak merasa sia-sia untuk mempelajarinya.
c) Selama pelatihan dilakukan pemberian umpan balik (feed back) terhadap tugas-tugas, latihan dan proses penulisan itu sendiri. Pemberian umpan balik merupakan salah satu hal penting untuk meningkatkan motivasi mahasiswa dalam menulis. (Brunning dan Horn 2000, 27; De la paz 2007, 257).
d) Penggunaan moodle sebagai alat bantu pada pelatihan (Computer Assisted Instruction) sangat membantu dalam pelaksanaan pelatihan. Mahasiswa lebih mudah untuk mengakses materi yang dibutuhkan kapan saja, mengerjakan tugas, dan menarik minat siswa untuk belajar, karena pada dasarnya mahasiswa lebih menyukai interaksi dengan teknologi dan tidak asing dengan berbagai fasilitas elektronik.
Keahlian literasi hanya akan menjadi teori semata apabila tidak dikaitkan dengan tugas tertentu untuk mengolah informasi menjadi sebuah produk tertentu. Menulis merupakan hal yang harus terus menerus dilatih agar bisa menjadi semakin baik. Karena itu tugas-tugas praktek harus lebih banyak dari pada teori. Brunning dan Horn juga setuju dengan hal tersebut.
Mereka mengatakan bahwa salah satu cara meningkatkan motivasi penulisan adalah dengan membuat sebuah komunitas di dalam kelas yang mendukung penulisan serta berbagai aktifitas literasi lainnya (2000, 28).
Implikasi dari hal ini adalah pustakawan harus tahu cara mendisain pelatihan literasi informasi yang memiliki teori dan praktek yang seimbang, sehingga pelatihan tersebut menjadi pelatihan yang bermakna bagi para pesertanya.
KESIMPULAN
Dari masalah yang telah dirumuskan diawal penelitian yaitu: “Apakah pelatihan literasi informasi yang diselenggarakan berpengaruh pada peningkatan proses, hasil, sikap terhadap penulisan, pelatihan dan penerapan pelatihan, serta terdapat motivasi mahasiswa dalam mengikuti pelatihan?”
maka dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari pelaksanaan pelatihan literasi informasi yang dilakukan oleh perpustakaan Johannes Oentoro, di UPH Karawaci dengan peningkatan kualitas proses penulisan, hasil penulisan, sikap terhadap penulisan, sikap terhadap pelatihan, sikap dalam menerapkan hasil pelatihan, dan motivasi mahasiswa dalam mengikuti pelatihan tersebut.
Hasil penelitian ini seharusnya bisa menjadi semacam rekomendasi bagi perpustakaan perguruan tinggi yang lain untuk menyelenggarakan program pelatihan literasi informasi yang seimbang dalam hal teori dan praktek sebagai salah satu usaha yang positif
Dalam meningkatkan bukan saja keterampilan mahasiswa dalam melakukan penelitian, menulis, bahkan yang terpenting untuk meningkatkan keterampilan berpikir yang kompleks dan tajam dalam upaya membekali mereka sebagai pembelajar mandiri sepanjang hayat.
DAFTAR REFERENSI
- Badke, William. “Information Literacy and Faculty.” Online May-June 2008 (2008): 47-49.
- Bonnapattoporn, Pornpan. “A Comparative Study of English Essay Writing Strategies and Difficulties as Perceived by English Major Students: A Case Study of Students in the School of Humanities, the University of the Thai Chamber of Commerce.” University of the Thai Chamber of Commerce (ND) : 75-90
- Brookes, Arthur, dan Peter Grundy. Beginning to Write: Writing Activities for Elementary and Intermediate Learners. Cambridge: Cambridge University Press, 2005.
- Brunning, Roger, dan Christy Horn. “Developing Motivation to Write.” Educational Psychologist 35, no. 1 (2000): 13.
- Caron, Thomas. “Teaching Writing as a Con-Artist: When Is a Writing Problem Not?” College teaching 56 no. 3 (2008): 137-139.
- Cordaro, Danielle A. “Motivating Students to Write: Some Empirical Answers (and Questions).” Pedagogy 9, no. 2, Spring, 2009: 361-367.
- De la Paz, Susan. “Managing Cognitive Demands for Writing: Comparing the Effect of Instructional Component in Strategy Instruction.” Reading and Writing quarterly 23, 2007: 249-266.
- Eisenberg, Michael B., dan R. E Berkowitz. Information Problem-Solving: The Big6 Skills Approach to Library & Information Skills Instruction. New Jersey: Ablex, 1990.
- Gagne, Robert M. The Conditions of Learning and Theory of Instruction. Revision ed. New York: CBS College Publishing, 1985.
- Grabe, William, and Robert B. Kaplan. Theory and Practice of Writing: An Applied Linguistic Perspective. London: Longman, 1996.
- “Information Literacy Competency Standard for Higher Education.” edited by Association of College and Research Libraries. Chicago: ALA, 2000.
- Jago, Carol. Papers, Papers, Papers: An English Teacher’s Survival Guide. Portsmouth: Heinemann, 2005
- Klein, Stephen B. Learning: Principles and Applications. New York: McGraw-Hill, 2002
- Plata, Maximino. “Looking Beyond Undergraduates’ Attitude About a University-Wide Writing Requirement.” Journal of Instructional Psychology 35, no. 4: 365-375
- Taylor, Terry. One Hundred Percent Information Literacy Success. New York: Delmar, 2007
- Tynjälä, Päivi. “Writing as a Tool for Constructive Learning: Students’ Learning Experiences During an Experiment.” Higher Education 36, 1998 (1998): 209-230.
- Zurkowski, Paul. The Information Service Environment Relationships and Priorities. Washington, D.C.: National Commission on Libraries and Information Science, 1974.
Penulis: Dhama Gustiar Baskoro [sumber: Majalah : Visi Pustaka Edisi : Vol. 13 No. 1 - April 2011]