Nasib Pustakawan Swasta dan Pustakawan PNS serta Dinamika Perpustakaan di Sekitar Kita
Nasib Pustakawan Swasta dan Pustakawan PNS serta Dinamika Perpustakaan di Sekitar Kita.
Dunia Perpustakaan | Nasib Pustakawan | Anda pernah mendengar pendapat dari beberapa orang yang mengatakan bahwa pemerintah sepertinya sangat lebih perhatian kepada nasib para PNS daripada kepada tenaga kerja swasta.
Entah berlebihan atau tidak terkait pendapat tersebut, tapi setidaknya salah satu pendapat tersebut diibaratkan begini, “Jika PNS, nasibnya selalu semakin baik dan sejahtera serta semakin diperhatikan pemerintah melaui kebijakan yang dibuat pemerintah”.
Kondisi itu berbeda dengan nasib tenaga kerja swasta, mereka hanya seolah mengandalkan “belas kasihan” dari pemimpinya [bos] saja. Jika memiliki pimpinan [bos] yang baik, maka berbahagialah si tenaga kerja swasta tersebut.
Sebaliknya, jika tenaga swasta tersebut memiliki pemimpin [bos] yang sadis dan kurang memenuhi hak-hak tenaga swasta, maka menderitalah dirinya.
[Baca juga: Gaji Pustakawan di Perpustakaan Sekolah Lebih Rendah dari Kuli Bangunan]
Mungkin anda boleh saja berpendapat jika Pemerintah melalui Kementrian Ketenagakerjaan dan terkait lainya juga membuat peraturan-peraturan terkait tenaga kerja swasta. Namun jika peraturan yang diperuntukan untuk swasta tersebut, pelaksanaanya teramatsangat jauh lebih banyak menyimpang jika dibandingkan dengan kebijakan yang diberlakukan kepada PNS.
Jika anda ingin bukti, silahkan anda cari karyawan swasta yang masih teramat sangat banyak sekali mereka yang mendapatkan gaji dibawah UMR.
Tidak hanya itu, masih banyak juga tenaga swasta yang seringkali belum memiliki hak Hari Libur yang pasti. Misalnya masih banyak sekali tenaga swasta yang mereka harus bekerja full selama 1 bulan penuh tanpa libur. Kalaupun ada libur kadang ada yang cuma sebulan dijatah 1x libur, atau baru diberikan ijin saat sakit. Itupun jika sakit hanya dibatasi beberapa hari. Jika sampai sakit lebih dari seminggu maka bisa terancam dipecat dengan alasan banyak hal.
Diluar hal yang disebut diatas tentunya masih banyak sekali perbedaan antara kehidupan tenaga PNS dan Swasta. Dari kedua pendapat itu tentunya sebagian besar banyak yang berpendapat [tidak semua], bahwa menjadi PNS adalah lebih membahagiakan daripada swasta. Buktinya setiap tenaga swasta ataupun yang belum bekerja, ketika ada penerimaan PNS, berduyun-duyun ribuan bahkan jutaan mengantri mendaftar ingin jadi PNS.
Kondisi ini juga yang sepertinya dialami oleh para tenaga Pustakawan. Hampir kebanyakan mereka yang sudah beekrja di perpustakaan ketika ditanya, kemungkinan mereka juga sangat berharap jika mereka juga ingin diangkat sebagai PNS.
Keinginan para pustakawan tersebut tentunya tidak berlebihan, karena faktanya, menjadi Pustakawan yang berstatus PNS itu jauh lebih membahagiakan jika dibandingkan dengan nasib para pustakawan yang berstatus swasta.
Coba anda perhatikan antara Pustakawan yang sudah berstatus PNS dengan Pustakawan yang belum berstatus PNS [Swasta]. Perbedaan begitu sangat terlihat, khususnya dalam hal gaji dan tunjangan yang selalu jadi perbincangan dikalangan internal pustakawan.
Perbedaan itu bisa kita lihat dan kita temukan dengan sangat mudah di sekitar kita.
Saat pemerintah melalui departemen dan kementrian terkait membuat kebijakan terkait dengan kenaikan Tunjangan PNS, gaji ketigabelas, tunjangan kerja, sertifikasi, dan yang lainya, Pada kondisi yang teramatsangat jauh terlihat berbeda dengan nasib para tenaga perpustakaan yang masih swasta.
Untuk mereka para tenaga perpustakaan yang berstatus swasta, jangankan bermimpi berharap dapat tunjangan, kenaikan gaji, apalagi gaji ketigabelas, untuk bisa mendapatkan gaji yang layak saja masih teramat sangat jauh.
Tentunya ini sudah menjadi rahasia umum bahwa tenaga-tenaga perpustakaan masih banyak yang memperoleh gaji dibawah UMR. Apalagi kalau mendengar kisah-kisah tenaga perpustakaan di perpustakaan-perpustakaan sekolah di tingkat SD, SLTP, dan SLTA, sangat miris dan memilukan untuk disebutkan nilai gaji yang mereka terima.
Ada yang diantara mereka hanya habis untuk membeli bensin setiap bulanya, ada yang mengeluh kurang untuk uang makan, terlebih untuk mereka yang sudah berkeluarga, tentunya teramatsangat jauh dari kata cukup ketika berbicara pendapatan mereka.
Kondisi yang seperti ini sepertinya seolah merata dirasakan oleh para tenaga perpustakaan khususnya yang di sekolah-sekolah biasa [bukan berstandar internasional].
Terkadang jika kita melihat kondisi yang seperti ini, kita tentunya teramatsangat PESIMIS, mungkinkah Perpustakaan-perpustakaan di negeri bernama “NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA” ini akan bisa MAJU dan BERKEMBANG?
Bukankah sangat mustahil kita bicara ingin meningkatkan SDM dunia pendidikan kita akan tetapi di setiap sekolah masih belum memiliki perpustakaan yang baik. Belum memiliki tenaga perpustakaan yang baik yang kesejahteraan pustakawanya juga masih terabaikan?
Bukankah semua sepakat bahwa Perpustakaan adalah jantung dari pendidikan, akan tetapi dalam pelaksanaan dan kebijakan, selalu saja perpustakaan dan nasib tenaga perpustakaan masih terabaikan.
Harusnya Indonesia belajar dari negara-negara maju bahwa negara mereka maju karena SDM mereka terus diperbaiki dan disupport dengan fasilitas pendidikan yang terbaik.
Dari pembahasan permasalah diatas, jangan berfikir bahwa solusinya adalah pemerintah harus membuat aturan yang jelas. Anda keliru jika masih berfikir seperti itu. Silahkan anda baca aturan mulai dari UU, Perpu dan peraturan Menteri serta kebijakan-kebijakan yang lain sudah begitu lengkap dan teramatsangat Indah terangkai dalam setiap aturan dan perundang-undangan tersebut.
[Baca juga: UU dan Peraturan Terkait Perpustakaan]
Tapi miris dan ironisnya, pelaksananya masih NOL BESAR.
Melihat kondisi ini memang seringkali membuat kita pesimis melihat fakta dan data serta realita yang kita lihat sekarang. Bahkan banyaknya Oraganisasi terkait kepustakawanan, masih belum mampu menolong dan memperjuangkan nasib para pustakawan dan tenaga perpustakaan yang masih dalam keprihatinan.
Walaupun memang kondisi saat ini memang masih banyak yang menyedihkan daripada yang membahagiakan, tapi diakhir tulisan ini penulis ingin membangkitkan semangat para pustakawan bahwa tidak semuanya keadaan buruk.
Pada berbagai sisi yang lain, secara perlahan ada sekelompok pustakawan dengan idiologi dan kebersamaan serta kekompakan yang mereka buat, mereka terus berjuang untuk memajukan perpustakaan dengan keterbatasan yang ada.
Semoga saja apapun kondisi para tenaga perpustakaan dan kondisi perpustakaan di negeri ini, yang terpenting lakukanlah hal yang terbaik walau dalam keadaan yang terburuk sekalipun. Pada saatnya nanti setiap kebaikan dan pengorbanan serta ketulusan pastinya akan memberikan hasil yang terbaik juga.
Semoga….