Menumbuhkan Minat Baca dari Daerah Melalui Perpustakaan "Ngupoyo Pinter"
Menumbuhkan Minat Baca dari Daerah Melalui Perpustakaan "Ngupoyo Pinter".
Dunia Perpustakaan | Sebuah bangunan 3x5 m2 terbuat dari gedek atau dinding anyamam bambu berdiri tidak terlalu kokoh dan dikelilingi kebun, kecuali di depan bangunan yang memang jalan desa.
Terletak di kampung Bendung, Semin, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) jauh dari bising kota atau bahkan keramaian pusat Kabupaten Gunungkidul. Di dalam pada dinding gedek menempel rak buku sederhana.
Sebagian terbuat dari kayu dan sebagian dari besi yang terlihat usang. Sekitar 4.000 buku tersimpan dan siap mencerdaskan warga desa sekitar.
Adalah perpustakaan desa bernama Ngupoyo Pinter, yang didirikan Sukino, pensiunan PNS Dinas Pendidikan Kabupaten Bantul, DIY. Selain ribuan buku, Ngupoyo Pinter juga dilengkapi tiga unit komputer.
”Biar nggak terlihat jadul,” kata Suparno, pengelola perpustakaan Ngupoyo Pinter yang juga anak mantu dari Sukino beberapa waktu lalu. Hampir setiap hari perpustakaan tersebut dikunjungi warga, baik pelajar ataupun petani dan peternak. Tujuannya hanya ingin menambah ilmu.
Sungguh menggairahkan ketika melihat kegiatan di Ngupoyo Pinter. Sebuah upaya menumbuhkan niat baca justru dilakukan dari sebuah desa yang berjarak puluhan kilometer dari Kota Yogyakarta. Menyaksikan kegiatan di Ngupoyo Pinter, seolah menyangkal data dari UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) tentang rendahnya minat baca di Indonesia.
Minat baca masyarakat Indonesia menurut data UNESCO hanya sekitar 0,01% atau setiap 1.000 orang membaca satu buku. Cukup rendah berdasar rata-rata internasional yang sebesar 0,45- 0,62%.
Memang bukan isu baru bahwa minat baca di Indonesia cukup rendah. Memancing masyarakat untuk meningkatkan minat baca memang bukan pekerjaan mudah karena seolah ingin mengubah habit (kebiasaan) atau bahkan budaya.
Butuh upaya keras dan kontinu. Upaya yang telah dilakukan pun terlihat siasia karena rendahnya minat baca di Indonesia selalu menjadi isu yang menarik setiap tahunnya.
Namun, upaya menumbuhkan minat baca harus terus dilakukan oleh pemerintah (pusat dan daerah), private sector, maupun masyarakat (kelompok masyarakat). Hadirnya perpustakaan desa seperti Ngupoyo Pinter di atas adalah sebuah cara langka untuk menumbuhkan minat baca di Tanah Air.
Sebenarnya bukan suatu ironi, ketika justru minat baca ditumbuhkembangkan dari daerah, namun sebuah cara yang memang mungkin tak terdengar nyaring di telinga masyarakat umum. Masih banyak perpustakaan desa yang terus dikembangkan dalam rangka menumbuhkan minat baca.
Beberapa daerah telah melakukan upaya serius untuk meningkatkan minat baca dengan membangun perpustakaan perpustakaan tidak hanya untuk wilayah kabupaten/kota namun hingga ke desa.
Beberapa pemerintah daerah memang tidak sendiri untuk mengembangkan perpustakaan daerah namun juga menggandeng swasta. Bahkan, beberapa daerah juga telah menganggarkan dalam APBD mereka untuk khusus untuk pengembangan perpustakaan.
Kabupaten Batang, Jawa Tengah, sejak dipimpin oleh Yoyok Riyo Sudibyo adalah salah satu daerah yang giat mengembangkan perpustakaan hingga ke desa.
Sejak 2012 Batang hanya memiliki satu perpustakaan di kabupaten. Namun sejak bergandengan dengan Coca Cola Foundation Indonesia, Batang mulai membangun empat perpustakaan daerah.
Tidak hanya melakukan memberikan bantuan barang tapi juga memberikan pendampingan dengan harapan perpustakaan yang ada bisa ditiru di desa-desa lainnya. Hasilnya, saat ini Batang sudah mempunyai 14 perpustakaan desa.
”Setiap tahun progresnya jelas, dari tidak ada komputer, menumbuhkembangkan minat pembaca, akhirnya menarik minat membaca. Kehadiran masyarakat di perpustakaan semakin banyak, kemudian kita menambah dengan mengembangkan perpustakaan ke desadesa dengan mereplika,” kata Yoyok beberapa waktu lalu. Batang, melalui tangan dingin Yoyok, menyadari betapa pentingnya perpustakaan untuk meningkatkan baca di daerahnya.
Bahkan, sejak 2012 dia menganggarkan Rp350 juta untuk program pengembangan perpustakaan di daerahnya. Memang dana yang tidak terlalu besar jika melihat APBD 2015 yang mencapai sekitar Rp1,1 triliun.
Tapi bagi Batang yang merupakan kabupaten kecil di wilayah pantaiutaraPulauJawainisudah cukup lumayan. Toh sebenarnya bukan besaran yang menjadi persoalan tapi kepedulian pemerintah daerah untuk mengembangkan perpustakaan.
Selain alokasi dana, Yoyok juga membuat perpustakaan keliling yang setiap pekan mangkal di pusat kabupaten ketika car free day . Untuk mengembangkan usaha kecil menengah, diciptakan Bengkel Kriya untuk merangsang masyarakat untuk memulai usaha. ”Setelah masyarakat ke perpustakaan, mereka akan banyak ide untuk mengembangkan, minta alat-alat, dan Batang sekarang ada usaha pizza,” kata Yoyok.
Dia pun berencana memanfaatkan dana desa untuk pengembangan perpustakaan. Mantan anggota TNI ini mengatakan, daripada dana desa hanya dimanfaatkan hal-hal yang tidak terlalu berdampak, dia berharap bisa untuk pengembangan perpustakaan.
”Daripada untuk membangun tugu, lebih baik untuk mengembangkan perpustakaan,” katanya. Kabupaten lain yang berhasil mengembangkan perpustakaan guna meningkatkan minat baca adalah Pamekasan, Jawa Timur.
Perpustakaan di Pamekasan sebelumnya tidak terurus karena berada di lokasi yang tak strategis. Buku-bukunya pun tidak pernah bertambah, hanya buku-buku lama di dalamnya. Adapun, pengelolanya seperti pejabat ”buangan”.
Kondisi tersebut pun diubah oleh sang bupati, Achmad Syafii. Pada awal memimpin yaitu 2003, Bupati Syafii mencoba mengembangkan perpustakaan sebagai taman bacaan. ”Anak-anak senang, sehingga ada bahan-bahan untuk bisa mereka kerjakan,” katanya.
Pada Pilkada 2008 Syafii tidak lagi memimpin karena kalah bersaing. Namun pada periode berikutnya yaitu pada 2013, dia kembaliterpilihdankembalimengembangkan perpustakaan. Sejak itu Syafii mulai mengubah image perpustakaan dengan memberikan jabatan yang layak bagi pengelolanya.
”Selama ini adaanggapanpegawaidiperpustakaan dan arsip adalah orang buangan,” ungkapnya. Setelah memberikan fondasi pada perpustakaan kabupaten, Syafii mulai memikirkan perpustakaan benar-benar bermanfaat bagi ekonomi masyarakat sekitarnya.
Selain ada pembahasan tentang buku baru (bedah buku), jugaadakegiatanpembinaandari para ahli dalam berbagai bidang, baik pertanian, peternakan, perdagangan, dan sebagainya.
”Jadi, perpustakaan kami lebih aplikatif,” katanya. Akhirnya, muncullah entrepreneur baru dan petani mulai bisa mengembangkan pertaniansehinggamampumeningkatkan ekonomi mereka.
Demi mengembangkan perpustakaan, Pemkab Pamekasan menganggarkan Rp2,6 miliar pada APBD-nya. Saat ini Pamekasan sudah memiliki 60 perpustakaan desa. ”Sekarang saya meminta setiap kecamatan untuk memiliki perpustakaan yang representatif,” ungkap Syafii.
Di wilayah lain, Kabupaten Bantaeng yang saat ini memiliki 46 perpustakaan desa juga mencoba mengadopsi perpustakaan, bukan hanya sebagai tempat membaca namun juga menumbuhkan perekonomian.
Maka, saat ini upaya yang dilakukan adalah meng- upgrade kualitas perpustakaan. Bukan hanya bagaimana pengelolaannya, namun juga buku-buku baru. ”Masak daerah saya masih ada yang menyebut presidennya Pak SBY, kan sekarang sudah Pak Jokowi,” kata Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah.
Meskipun tak menyebutkan anggaran untuk perpustakaan, Nurdin mengaku daerahnya tetap memberikan anggaran yang cukup. ”Kalau yang memberi anggaran tidak peduli dengan membaca, mana ada anggaran untuk perpustakaan,” imbuhnya dikutip dari koran-sindo.com [05/16].
Pengembangan perpustakaan pun dilakukan di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). TTS yang memiliki empat perpustakaan desa dan perpustakaan keliling, ingin mengembangkan perpustakaan untuk memajukan ekonominya. Sebanyak 80% penduduk TTS yang berprofesi petani dan peternak berharap bisa tumbuh dan berkembang.
”Minat baca sebenarnya ada, tapi perlu kita dekatkan,” kata Bupati TTS Paulus VR Mella. Dia berharap, pihak swasta bisa membantu wilayahnya untuk meningkatkan kualitas perpustakaan.
BupatiPauluspunsangat berharap. perpustakaanbukanhanya untuk menumbuhkan minat baca, tapi juga meningkatkan perekonomian daerahnya.
Pada 14 April lalu di Bali sebanyak 98 kepala daerah kabupaten/kota berkumpul memberikan komitmen untuk mengembangkan perpustakaan di daerahnya masing-masing demi meningkatkan budaya membaca.